Pelajaran tari bukan bertujuan untuk mempelajari sikap gerak
saja, namun juga sikap mental, kedisiplinan, sehingga pendidikan tari itu
menjadi media pendidikan.
Dalam bukunya tentang Pendidikan Ki Hadjar Dewantara menyebutkan bahwa tari
anak-anak akan memberi pengaruh terhadap ketajaman pikiran, kehalusan rasa dan
kekuatan kemauan serta memperkuat rasa kemerdekaan. Rudolph Steiner menyebut
bahwa pengaruh ritme atau wiromo dalam iringan tari akan dapat digunakan
sebagai media untuk mencapai budipekerti yang harmonis.
Dari dasar-dasar tersebut dapat ditunjukkan bahwa pendidikan tari adalah sarana
bagi usaha pembentukan pribadi anak. Hal ini mengingat usia anak-anak di
tingkat Sekolah Dasar secara umum haus akan ekspresi, hal ini harus disalurkan
dalam pendidikan kesenian, sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam penuangan
ekspresi ketika anak SD itu menginjak sekolah lanjut. Di sinilah pentingnya
pelajaran kesenian dipahami sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia.
Guru (SD) dalam hal ini memiliki peran sangat vital untuk membentengi atau
membuat filterisasi pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya
bangsa Indonesia.
Seni sebagai bagian dari isi kebudayaan merupakan ungkapan ekspresi jiwa dari
pelakunya, terbukti mampu mengakumulasikan beberapa keteladanan yang dituangkan
dalam makna-makna simbolis lewat berbagai medium, salah satunya adalah gerak.
Untuk memahami seni secara utuh tidak dapat lepas dari faktor-faktor pendukung
yang akan membentuk karakteristik seni itu sendiri. Ungkapan ekspresi yang ada
dalam seni secara umum akan terkait dengan tingkat
emosional dari pembuat ataupun pelakunya. Oleh sebab itu akan sangat berbahaya
jika memberikan materi seni kepada anak tidak mempertimbangkan faktor
psikologis dan tingkat perkembangan emosional anak.